Awan, dengan segala keteduhannya~

Kali ini aku ceritakan segala kisah singkat perihal Awan.
Salah satu manusia bumi, dengan segala keteduhannya.
Iya,
Aku lebih nyaman memanggilnya Awan.

Pergerakannya cukup perlahan,
untuk aku yang nampak berlarian.
Hangat genggamnya mampu meluruhkan beku suhu kegugupanku selama ini.
Diantara segala gemuruh yang menjadi alasan keruhnya isi kepala,
kalimat singkatnya mampu menjadi peredam dan penyeka air mata.

Jujur aku sedang mencari,
ruang kosong mana yang tak mampu ia penuhi.
Entah bagian paling ujung,
atau sudut dalam relung.

Percaya tidak,
keajaiban dunia perlahan menggenggam waktu dalam langkah kami yang belum juga mampu ku pidak.
Satu persatu,
segala hal yang luruh mulai benar-benar beku.
Isi kepala yang buram dahulu,
kini semakin mengabu.

Ada apa dengan diriku?

Satu sisi yang nampak indah dalam bayangnya,
segala hal indah yang ia utarakan,
benar-benar tak terbayangkan di kepala.
Dari banyaknya insan di dunia,
aku benar-benar bersyukur untuk dapat dipertemukan dengan sosok sepertinya.

Awan yang diam namun menenangkan.
Awan yang sederhana namun benar-benar tak menyilaukan.
Awan yang dengan teduhnya mampu menjadi penghangat sekaligus peluruh tak tertandingkan.

Kebersamaan yang pernah kami goreskan akan sebuah kisah,
benar-benar berhenti pada sebuah kasih Tuhan dalam tali persahabatan.
Pernah ribuan bulir menjadi alasan mengapa langkah ini nampak ku paksakan,
dan benar-benar memaksa hingga patah dalam serpihan.
Kesadaran penuh ini mulai menampar,
bahwa abu kini berubah menjadi memar.
Luka yang entah sejak kapan tergoreskan mulai berdarah-darah,
namun pertolongan pertama pun tak mampu membalutnya.

Baiklah,
aku menyerah yang entah untuk kesekian kalinya.

Aku mengakhiri segala yang aku paksakan dengan ketidakmungkinan dalam indah kisah kami yang sudah,
menjadi syukur agar kembali rekah.
Tak habis kata untuk segala kebaikan hatinya,
pun maaf yang entah akan terbalas tidak apa-apa dalam suanya.
Jika maaf ini tak tersampaikan,
izinkan terimakasih ini sampai walau hanya sepersekian detik saja.

Sekali lagi,
aku bersyukur untuk tetap memutuskan menjadi manusia yang kau hampiri dalam gunda dan kerumitan perihal dunia.

Aku tidak berubah,
aku masih sama perihal persahabatan kita.
Hanya tak mampu membawa warna yang jauh lebih indah dari bayanganmu saja.

Percayalah,
keputusan ini akan jauh lebih memberikan jalan lebih lebar untuk sayapmu diluar sana.
Aku sadar betul ada wangi dalam rekah jauh lebih bercahaya terbanding permata,
apalah daya Pelangi sepertiku yang datang dan pergi begitu saja.

Ada yang bilang,
‘jodoh itu tak akan kemana, jika ia jawaban Tuhan maka ia akan dengan senang hati kembali dalam pelukan tak terbantahkan.’
Awalnya nampak klise di telinga,
namun jika benar akan ada jalur terindah dalam langkah selanjutnya.

Sekali lagi,
terimakasih untuk hangatmu yang benar-benar akan menjadi kasih paling meneduhkan dalam kisah ini.
Maaf,
jika aku menjadi sosok paling pengecut dan tak mampu bertahan untuk hal yang tak mampu aku utarakan padamu,
bahkan aku sendiripun tak begitu yakin perihal kerumitan isi kepalaku saat ini.

Sehat dan Bahagia selalu, Awan~

Dariku, yang tidak akan pernah menyesal untuk segala kisah yang pernah kita lewati bersama.

Tertanda,
-penaberjalan-

Comments

Popular posts from this blog

Hello, Aku.

Alpaca dan Bianglala